VISITORS

BAB 1 : Pancasila

Thursday, January 27, 2011


BAB 1
     A. Pancasila sebagai Dasar Negara dan Ideologi Negara
 Sejarah Singkat Perumusan Pancasila
Pancasila sudah ada sejak lama dalam kehidupan masa lampau bangsa Indonesia. Pada waktu itu, masih dalam bentuk cara hidup sehari-hari, belum pada bentuk rumusan pancasila.
Pancasila memiliki lima sila yang menjadi dasar Negara dan ideology Negara.
Kelima sila itu ialah:
1)     Ketuhanan yang maha esa
2)     Kemanusiaan yang adil dan beradab
3)     Persatuan Indonesia
4)     Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
5)     Keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia
Secara umum ada dua periode sejarah perumusan Pancasila, yaitu:
1)     Periode Praperumusan
Pada masa lampau, cara hidup yang selaras dengan Pancasila telah menjadi kebiasaan hidup suku-suku bangsa di nusantara. Contoh-contohnya adalah: Kebiasaan hidup religius, saling tolong menolong, gotong royong, musyawarah, dan lain-lain.
Subagya (1955:20) mencatat: “kebiasaan-kebiasaan suku-suku bangsa nusantara jang ditjerminkan dalam adat-lembaga, adalah milik bangsa Indonesia.
Pada masa pergerakan nasional, berbagai organisasi politik menonjolkan upaya memerjuangkan nilai-nilai tertentu sesuai kepentingannya. Pada masa ini berlangsung berbagai diskusi dan debat gagasan
2)     Periode Perumusan dan Penetapan
                                       I.          Dalam Sidang 1 BPUPKI (29 Mei sampai 1 Juni 1945)
Anggota BPUPKI mengemukakan pendapatnya mengenai dasar Indonesia merdeka. Tiga orang yang diberi kesenpatan untuk mengemukakan pendapatnya adalah Muhammad Yamin, Soepomo, dan Soekarno.
Muhammad Yamin mengusulkan dasar Negara, sebagai berikut:
1.     Ketuhanan Yang Maha Esa
2.     Kebangsaan persatuan Indonesia
3.     Rasa Kemanusiaan yang adil dan beradab
4.     Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
5.     Keadilan social bagi seluruh rakyat
Dalam pidato pada 31 Mei 1945, Supomo mengemukakan pokok-pokok pikiran sebagai berikut:
1.     Negara Indonesia Merdeka hendaknya merupakan Negara nasional yang bersatu dalam arti totaliter atau integralistik
2.     Setiap warganya dianjurkan agar takluk kepada Tuhan, tetapi urusan agama hendaknya terpisah dari urusan Negara dan diserahkan kepada golongan-golongan agama yang bersangkutan
3.     Dalam susunan pemerintahan Negara harus dibentuk suatu Badan Permusyawaratan, agar pimpinan Negara dapat bersatu jiwa dengan wakil-wakil rakyat secara terus menerus
4.     Sistem ekonomi Indonesia hendaknya diatur berdasarkan asas kekeluargaan, system tolong menolong, dan system kooperasi
5.     Negara Indonesia yang berdasar atas semangat kebudayaan Indonesia yang asli, dengan sendirinya akan bersifat Negara Asia Timur Raya
Pada 1 Juni 1945, Soekarno menyampaikan pidato tentang dasar Negara. Pidato ini dikenal dengan sebutan “Pidato Lahirnya Pancasila”. Rumusan Pancasila yang diusulkan oleh Soekarno adalah, sebagai berikut:
1.     Kebangsaan
2.     Internasionalisme
3.     Mufakat atau Demokrasi
4.     Kesejahteraan Sosial
5.     Ketuhanan Yang Maha Esa

                                     II.          Pertemuan di luar sidang BPUPKI, tanggal 22 Juni 1945: Piagam Jakarta

Sesudah sidang 1 BPUPKI, berlangsung pertemuan di luar sidang. Pertemuan itu dilakukan oleh para anggota BPUPKI di Jakarta pada tanggal 22 Juni 1945. Pertemuan itu dimaksudkan untuk menjembatani pembicaraan antara golongan Islamis dan kebangsaan.
Pada kesempatan ini dibentuklah sebuah panitia yang dikenal sebagai Panitia Sembilan. Panitia Sembilan dibentuk untuk merumuskan kesepakatan di anatara dua pihak. Anggota-anggota panitia Sembilan  beranggotakan Sembilan tokoh nasional yang juga tokoh-tokoh dari BPUPKI, yaitu Soekarno, Mohammad Hatta, Muhammad Yamin, Subardjo, A.A. Maramis, Abdul Kahar Moezakhir, Wachid Hasyim, Abikusno Tjokrosujoso, dan K.H. Agus Salim.
Setelah menghadapi pembahasan, Panitia Sembilan berhasil menetapkan Rancangan Pembukaan UUD yang kemudian dikenal sebagai Piagam Jakarta. Pancasila dalam Piagam Jakarta isinya:
1.     Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya
2.     Kemanusiaan yang adil dan beradab
3.     Persatuan Indonesia
4.     Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
5.     Keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia

                                   III.          Dalam Sidang 2 BPUPKI (10-17 Juni 1945)

Soekarno yang adalah ketua panitia Sembilan melaporkan isi Piagam Jakarta sebagai usul pembukaan UUD kepada BPUPKI
Ketua BPUPKI Kemudian membentuk Panitia Perancang UUD. Panitia ini diketuai oleh Soekarno . Pada tanggal 11 Juli 1945 Panitia ini mengadakan rapat untuk membicarakan rancangan Pembukaan UUD. Ketua BPUPKI membentuk Panitia Kecil beranggotakan 7 orang, yaitu
1.     Dr.Mr. Soepomo (Ketua merangkap anggota)
2.     Mr. Wongsonegoro
3.     Mr. Achmad Soebardo
4.     A.A. Maramis
5.     Mr. R.P. Singgih
6.     H. Agus Salim
7.     Dr. Sukiman
Yang diketuai oleh Soepomo, untuk membentuk rancangan UUD. Hasil Panitia Kecil ini dibicarakan pada 13 Juli 1945.
Pada 14 Juli 1945 BPUPKI membicarakan rancangan Pembukaan UUD dan menerimanya dengan sedikit perubahan. Pada 15 Juli 1945 dibicarakan rancangan UUD. Pada 16 Juli, rancangan UUD diterima dengan bulat. Dengan demikian tugas BPUPKI telah selesai. BPUPKI dibubarkan setelah menyampaikan hasil kerjanya dan usul tentang pembentukan suatu Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI)

                                   IV.          Dalam Sidang PPKI (18 Agustus 1945)

Pada 18 Agustus 1945, PPKI bersidang dan mengambil beberapak keputusan penting, yaitu:
·       Mengesahkan Pembukaan UUD (berisi naskah Pancasila)
·       Mengesahkan UUD
·       Memilih Presiden danWakil Presiden
·       Menetapkan untuk sementara waktu Presiden akan dibantu oleh Komite Nasional
Di antara kesepakatan perubahan yang dilakukan, terdapat satu perubahan penting, yaitu mengenai rumusan sila pertama Pancasila dalam Piagam Jakarta. Anak kalimat “dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya” menjadi “Ketuhanan Yang Maha Esa” yang atas usul Ki Bagus Hadikusumo.

2.   Pancasila Sebagai Dasar Negara
Ada dua kedudukan penting Pancasila, yaitu:
1.     Pancasila Sebagai Dasar Negara

Dasar Negara adalah prinsip-prinsip yang berfungsi sebagai dasar/fundamen dalam penyelenggaraan Negara.
Ada lima fungsi Pancasila sebagai Dasar Negara, yaitu:
1)     Dasar berdirinya dan tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia
2)     Dasar kegiatan penyelenggaraan Negara
3)     Dasar partisipasi warga Negara
4)     Dasar pergaulan antarwarga Negara
5)     Dasar dan sumber hukum nasional

3.   Pancasila Sebagai Ideologi Negara
Ideologi Negara adalah pedoman hidup dalam penyelenggaraan Negara. Hakikat ideology Negara adalah nilai-nilai dasar yang disepakati oleh mayoritas warga Negara dan yang ingin diwujudnyatakan dalam kehidupan bernegara.
Ada empat fungsi Pancasila sebagai Ideologi Negara, yaitu:
1)     Mempersatukan bangsa
2)     Membimbing dan mengarahkan bangsa menuju tujuannya
3)     Memberikan tekad untuk memelihara dan mengembangkan identitas bangsa
4)     Menyoroti kenyataan yang ada dan kritis terhadap upaya perwujudan cita-cita yang terkandung dalam Pancasila itu.


Dibuat oleh: Arya Wiratmaji, kelompok 2
Diposting oleh : Fitrina Anjani, kelompok 4

B. Nilai - Nilai Pancasila
Suatu dasar negara akan kuat, apabila dasar tersebut berasal dari berakar pada diri bangsa yang bersangkutan. Bangsa Indonesia mempunyai dasar negara yang bukan jiplakan dari luar, akan tetapi asli Indonesia. Dengan kata lain unsur-unsur Pancasila telah dimiliki oleh bangsa Indonesia sejak dahulu. Unsur-unsur Pancasila terdapat di dalam berbagai agama dan kepercayaan, bahasa, adat istiadat, dan kebudayaan. Oleh karena di dalam agama, kepercayaan, adat istiadat dan kebudayaan tersebut berkembang nilai-nilai antara lain nilai moral, maka Pancasila pun mengandung nilai moral dalam dirinya, nilai-nilai Pancasila diungkapkan dalam 2 (dua) nilai, yaitu antara lain :
1. Mempunyai kedudukan nilai, norma, dan moral dalam masyarakat
2. Nilai-nilai Pancasila dalam Sosio-Budaya Bangsa Indonesia

1. Kedudukan Nilai, Norma, dan Moral Dalam Masyarakat
a. Kedudukan NILAI dalam masyarakat
Kehidupan manusia dalam masyarakat, baik sebagai pribadi maupun sebagai masyarakat, senantiasa berhubungan dengan nilai-nilai, norma dan moral. Kehidupan masyarakat di mana pun tumbuh dan berkembang dalam ruang lingkup interaksi nilai tersebut yang memberi motivasi dan arah sekaligus anggota masyarakat untuk berperilaku.
Dengan kata lain, nilai adalah sesuatu yang berharga, berguna, indah, dan memperkaya batin yang menyadarkan manusia akan harkat dan martabatnya. Nilai merupakan salah satu wujud kebudayaan, di samping sistem sosial dan karya. Cita-cita, gagasan, konsep, ide tentang suatu hal adalah wujud kebudayaan sebagai sistem nilai. Oleh karena nilai dapat dihayati dalam konteks kebudayaannya sebagai wujud kebudayaan yang abstrak.

Dalam menghadapi alam sekitarnya, manusia didorong untuk membuat hubungan yang bermakna melalui budinya, yang menilai benda-benda serta kejadian yang beraneka ragam, dipilihnya apa yang menjadi tujuan dan isi dari kelakuan kebudayannya. Melalui proses memilih, manusia sebagai individu atau anggota masyarakat menentukan sikap hidupnya, dilihat proses kehidupannya manusia berusaha agar lingkungan hidupnya dapat dikuasai dan dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan jasmani dan rohaninya. Untuk mengidentifikasi nilai-nilai yang terdapat dalam kehidupan masyarakat ada 6 macam nilai :
1. Nilai teori adalah untuk mengetahui identitas benda dan kejadian yang terdapat    di sekitarnya.
2. Nilai ekonomi adalah Pemanfaatan benda-benda atau kejadian yang mengikuti nalar efisiensi dan menuju kepada kegunaannya dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
3. Nilai estetik adalah mempelajari sesuatu yang indah
4. Nilai sosial adalah berorientasi pada hubungan antara manusia dengan yang lainnya dan menekan pada segi-segi kemanusiaan yang luhur.
5. Nilai politik adalah berpusat pada kekuasaan serta berpengaruh dalam kehidupan bermasyarakat.
6. Nilai religi adalah manusia menilai alam sekitarnya sebagai wujud rahasia kehidupan dan alam semesta.
Dalam pelaksanaannya nilai-nilai tersebut dijabarkan dalam wujud norma, ukuran, kreteria sehingga merupakan suatu keharusan, anjuran atau larangan, tidak dikehendaki atau tercela. Oleh karena itu suatu nilai sangat berperan sebagai dasar pedoman yang menentukan suatu kehidupan manusia. Nilai berada dalam hati nurani, kata hati dan pikiran sebagai suatu keyakinan, kepercayaan yang bersumber dari berbagai sistem nilai.

b. Kedudukan NORMA dalam masyarakat
Manusia cenderung untuk memelihara hubungan dengan penciptanya, masyarakat dan alam sekitarnya dengan selaras. Berbagai adaptasi dilakukan oleh manusia agar mampu mempertahankan eksistensinya. Sikap demikian akan menyadarkan perlunya pengendalian diri, baik terhadap manusia sesamanya, lingkungan alam, dan kepada penciptanya yaitu Tuhan. Kesadaran tentang hubungan yang ideal dengan demikian menumbuhkan kepatuhan terhadap aturan-aturan, kaidah atau norma. Norma adalah petunjuk tingkah laku yang harus dijalankan dalam kehidupan sehari-hari berdasarkan motivasi tertentu.
Norma sesungguhnya perwujudan martabat manusia sebagai mahkluk budaya, sosial, moral, dan religi. Suatu kesadaran dan sikap luhur yang dikehendaki oleh tata nilai yang harus dipatuhi. Oleh karena norma dalam perwujudannya dapat berupa norma agama, norma filsafat, kesusilaan, hukum, dan norma sosial.

c. Kedudukan MORAL dalam masyarakat
Moral adalah ajaran tentang hal yang baik dan buruk, yang menyangkut peri laku manusia. Seseorang yang taat dan patuh pada aturan-aturan, kaidah dan norma yang berlaku dalam masyarakatnya dia sudah dianggap sesuai dan bertindak benar secara moral.
Bila sebaliknya, seseorang itu telah dianggap tidak bermoral. Moral dalam perwujudannya dapat berupa aturan, prinsip-prinsip, yang benar, yang baik, yang terpuji dan mulia. Moral dapat berupa kesetiaan, kepatuhan terhdap nilai dan norma yang mengikat kehidupan masyarakat, negara, dan bangsa. Sebagaimana nilai dan norma, moralpun dapat dibedakan seperti moral ketuhanan atau agama, moral filsafat, etika, hukum, ilmu dan sebagainya. Nilai, norma, dan moral secara bersama mengatur kehidupan masyarakat dalam berbagai aspeknya. Pancasila secara filsafat mengandung nilai-nilai yang bersifat fundamental, universal, mutlak dan abadi dari Tuhan Yang Maha Esa yang tercermin dalam inti kesamaan ajaran-ajaran agama dalam kitab sucinya, artinya di dalam nilai-nilai tersebut mengandung nilai moral, maka Pancasila pun mengandung nilai moral dalam dirinya.

2. Nilai-Nilai Pancasila dalam Sosio-Budaya Bangsa Indonesia
a. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa
Keyakinan adanya Tuhan Yang Maha Esa bukanlah suatu kepercayaan yang tidak dapat dibuktikan kebenarannya melalui penalaran, melainkan suatu kepercayaan yang berpangkal dari kesadaran manusia sebagai makhluk Tuhan. Keyakinan yang demikian maka negara Indonesia berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, dan negara memberi jaminan sesuai dengan keyakinannya, dan untuk beribadat menurut agama dan kepercayaannya.
Bagi kita di Indonesia tidak boleh ada sikap dan perbuatan yang anti ketuhanan yang Maha Esa, serta anti kehidupan beragama. Sebagai sila pertama menjadi sumber pokok nilai-nilai kehidupan, yang menjiwai dan mendasari serta membimbing perwujudan kemanusiaan yang adil dan beradab, penggalangan persatuan Indonesia yang telah membentuk negara RI yang berdaulat penuh, bersifat kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Bagi negara, nilai – nilai tersebut membawa akibat dalam penyelenggaraan negara, antara lain :
1.    Negara wajib mengakui, menghormati, dan menjamin hak hidup agama – agama dan kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa
2.    Negara wajib mengakui, menghormati, dan menjamin hak kebebasan warga negara untuk memeluk agama dan kepercayaan, dan mengamalkan ajaran agama dan kepercayaan yang diyakininya
3.    Negara wajib memberikan perlindungan yang sama terhadap semua kelompok agama dan kepercayaan tanpa diskriminasi
4.    Negara wajib membina sikap positif warga negara terhadap agama – agama dan kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa
Bagi warga negara, nilai – nilai tersebut membawa akibat antara lain : lembaga – lembaga dan komunitas – komunitas keagamaan serta para pemeluk agama dan kepercayaan kepada Tuhan YME memiliki kewajiban untuk secara proaktif meningkatkan ketakwaan kepada Tuhan YME, menjunjung tinggi kebebasan beribadah, menghormati agama/kepercayaan lain, membina sikap toleransi, kerukunan dan kerjasama antarumat beragama.
Hakekat pengertian nilai-nilai di atas sesuai dengan Pernyataan dalam Pembukaan UUD 1945 yaitu keyakinan atas berkat rahmat Tuhan Yang Maha Esa. Dalam sila pertama ini tercakup nilai religi yang mengatur hubungan negara dan agama, hubungan manusia dengan Sang Pencipta, serta nilai yang menyangkut hak asasi yang paling asasi.
b. Sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
Dalam sila ini merupakan norma untuk menilai apa pun yang menyangkut kepentingan manusia sebagai makhluk Tuhan yang mulai dengan kesadaran martabat dan derajatnya. Kemanusiaan yang adil dan beradab adalah kesadaran sikap dan perbuatan manusia yang didasarkan kepada potensi budi nurani dalam hubungannya dengan norma-norma kebudayaan.
Nilai-nilai dalam sila ini adalah merupakan refleksi dari martabat serta harkat manusia yang memiliki potensi kultural. Potensi tersebut sebagai hal yang bersifat universal atau keseluruhan dan dipunyai oleh semua bangsa tanpa kecuali. Menurut sila ini setiap manusia Indonesia adalah bagian dari warga dunia, yang menyakini adanya prinsip persamaan harkat dan martabatnya sebagai hamba Tuhan. Dalam sila kedua ini menyangkut nilai-nilai hak dan kewajiban asasi manusia Indonesia.
Setiap warga negara dijamin hak dan kebebasannya yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhan, dengan orang seorang, atau masyarakatnya, dan alam lingkungannya. Di dalamnya mengandung nilai cinta kasih yang harus dikembangkan nilai etis yang menghargai keberanian untuk membela kebenaran, santun dan menghormati harkat kemanusiaan.
Bagi negara, nilai – nilai tersebut membawa akibat dalam penyelenggaraan negara, antara lain :
a.    Negara wajib mengakui, menghormati, dan menjamin hak – hak asasi warga negara tanpa diskriminasi
b.    Negara menghormati keberadaan dan hak hidup negara lain tanpa membeda – bedakan ideologi, bentuk negara, serta sistem politiknya
c.    Negara menghormati dan tidak melakukan campur tangan terhadap urusan dalam negeri negara lain
d.    Negara dan bangsa Indonesia mengupayakan terwujudnya perdamaian dunia
e.    Negara dan bangsa Indonesia membangun kontak, komunikasi, dan kerjasama positif dengan negara lain berdasarkan prinsip kesamaderajatan dan koeksistensi damai
Bagi warga negara, nilai – nilai tersebut membawa akibat : warga negara memiliki kewajiban moral untuk mengembangkan penghargaan terhadap HAM, mengembangkan budaya kesamaderajatan, nondiskriminasi, saling menghormati, kerjasama, solidaritas, perdamaian, dan kerjasama dengan sesama warga negara atau warga negara lain, serta mengembangkan sikap dan perilaku yang adil dan beradab.
c. Sila Persatuan Indonesia
Sila ketiga ini meliputi makna persatuan dan kesatuan dalam arti ideologis, ekonomi, politik, sosial budaya, dan keamanan. Nilai persatuan ini dikembangkan dari pengalaman sejarah bangsa Indonesia, yang senasib dan didorong untuk mencapai kehidupan kebangsaan yang bebas dalam wadah negara yang merdeka dan berdaulat. Dan bertujuan untuk memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa, serta mewujudkan perdamaian dunia yang abadi.
Perwujudan ini adalah manifestasi paham kebangsaan yang memberi tempat bagi keragaman budaya atau etnis. Paham ini yang terdapat dalam sila ini merupakan wujud asas kebersamaan, solidaritas, serta rasa bangga dan kecintaan kepada bangsa dan kebudayaannya.
Sila ini mengandung nilai-nilai kerohanian dan nilai etis yang mencakup kedudukan dan martabat manusia Indonesia untuk menghargai keseimbangan antara kepentingan pribadi dan masyarakat. Nilai yang menjunjung tinggi tradisi kejuangan dan kerelaan untuk berkorban dan membela kehormatan bangsa dan negara.
Bagi negara, nilai – nilai tersebut membawa akibat dalam penyelenggaraan negara, antara lain :
1.    Negara wajib menjamin keberadaan dan kelangsungan NKRI
2.    Negara wajib melindungi segenap tanah air dan bangsa Indonesia
3.    Negara wajib mengakui, menghormati, dan menjamin kemajemukan bangsa Indonesia
4.    Negara wajib mengembangkan dan memelihara persatuan dalam keragaman
Bagi warga negara, nilai – nilai tersebut membawa akibat : warga negara memiliki kewajiban moral untuk mengembangkan sikap nasionalisme dan patriotisme; menghargai kemajemukan dan mengembangkan kerjasama lintas suku, ras, agama, dan golongan; mengedepankan kepentingan di atas kepentingan sendiri dan kelompuk demi tetap terpeliharanya kesatuan bangsa.
d. Sila kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyaratan/perwakilan.
Dalam sila ini, diakui bahwa negara RI menganut asas demokrasi yang bersumber kepada nilai-nilai kehidupan yang berakar dalam budaya bangsa Indonesia. Perwujudan demokrasi itu dipersepsi sebagai paham kedaulatan rakyat, yang bersumber nilai kebersamaan, kekeluargaan, dan kegotongroyongan. Penghargaan yang tinggi terhadap nilai musyawarah mencerminkan sikap pandangan hidup bahwa kemauan rakyat mencerminkan nilai kebenaran dan keabsahan yang tinggi.
Di dalam sila ini terungkap nilai yang mengutamakan kepentingan negara dan masyarakat yang harus didahulukan. Sila ini menghargai sikap etis berupa tanggung jawab yang harus ditunaikan, sebagai amanat seluruh rakyat. Tanggung jawab itu bukan hanya ditujukan kepada manusia, tetapi kepada Tuhan Yang Maha Esa. Sila ini pun mengandung pengakuan atas nilai kebenaran dan keadilan dalam menegakan kehidupan yang bebas, adil dan sejahtera.
Bagi negara, nilai – nilai tersebut membawa akibat dalam penyelenggaraan negara, antara lain :
a.    Pemerintahan negara diselenggarakan berdasarkan prinsip kedaulatan
b.    Negara wajib mengakui, menghormati, dan menjamin hak – hak politik warga negara
c.    Negara wajib mengakui, menghormati, dan menjamin partisipasi warga negara dalam penyelenggaraan pemerintahan negara
d.    Pemerintahan negara dilaksanakan berdasarkan prinsip desentralisasi
e.    Demokrasi dikembangkan dengan menjunjung tinggi kebijaksanaan dan prinsip musyawarah untuk mufakat
f.      Pemerintahan negara diselenggarakan secara transparan dan akuntabel
Bagi warga negara, nilai – nilai tersebut membawa akibat : warga negara memiliki kewajiban moral untuk berpartisipasi secara aktif dalam proses penyelenggaraan negara guna mengembangkan pemerintahan demokratis; bersikap proaktif dalam berbagai kegiatan kemasyarakatan untuk menumbuhkan budaya demokratis.
e. Sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Nilai-nilai yang terkandung dalam sila ini meliputi nilai keselarasan, keseimbangan, dan keserasian yang menyangkut hak dan kewajiban yang dimiliki oleh rakyat Indonesia, tanpa membedakan asal suku, agama yang dianut, keyakinan politik, serta tingkat ekonominya. Di dalam sila ini-pun terkandung nilai kedermawanan kepada sesama, memberi tempat kepada sikap hidup hemat, sederhana, dan kerja keras.
Sila kelima ini juga mengembangkan nilai untuk menghargai karya, dan norma yang menolak adanya kesewenang-wenangan, serta pemerasan kepada sesama. Juga mengandung nilai vital yaitu keniscayaan secara bersama mewujudkan kemajuan yang merata dan berkeadilan sosial, dalam makna untuk menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia. Nilai-nilai yang tercakup dalam sila ini memberi jaminan untuk mencapai taraf kehidupan yang layak dan terhormat sesuai dengan kodratnya, menempatkan nilai demokrasi dalam dan bidang ekonomi dan sosial.
Bagi negara, nilai – nilai tersebut membawa akibat dalam penyelenggaraan negara, antara lain :
1.    Negara wajib mengusahakan tersedianya prasyarat – prasyarat sosial yang memungkinkan atau memudahkan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan sehari – hari
2.    Negara wajib menghargai, mengakui, dan menjamin hak warga negara untuk mewujudkan kehidupan individual dan sosialnya sesuai dengan aspirasi – aspirasi serta kemungkinan – kemungkinan yang tersedia baginya
3.    Negara wajib menciptakan sistem hukum dan peradilan yang menjamin terciptanya keadilan sosial
4.    Negara tidak mencampuri segala urusan masyarakat, melainkan membatasi diri pada urusan – urusan yang menunjang usaha masyarakat yang tidak mampu diselenggarakan sendiri olah masyarakat (prinsip subsidiaritas)
5.    Negara wajib mengembangkan sistem jaminan sosial untuk memberdayakan masyarakat miskin
Bagi warga negara, nilai – nilai tersebut membawa akibat : warga negara memiliki kewajiban untuk berpartisipasi secara aktif dalam mewujudkan kesejahteraan dan keadilan sosial; mewujudkan jaminan sosial dan pemberdayaan kelompok masyarakat miskin.
Sumber :
1.    http://tutorialkuliah.blogspot.com (dengan pengubahan)
2.     Saptono. 2007. Pendidikan Kewarganegaraan untuk SMP kelas VIII. Jakarta: Phibeta Aneka Gama

 Dibuat oleh: Naufal Hafizh, kelompok 4
 Diposting oleh : Fitrina Anjani, kelompok 4

C. Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara
1. Pancasila dalam kehidupan berbangsa
               Kehidupan berbangsa pada dasarnya adalah cara hidup berbangsa.dalam hal ini merujuk pada cara hidup yang menampilkan perilaku membina, memperbaiki, dan membangun bangsa berdasarkan nilai-nilai pancasila.
               Cara hidup seperti itu meliputi, antara lain kesediaan untuk :
1)      Menghargai kemajemukan bangsa.
2)      Memelihara persatuan bangsa.
3)      Mengedepankan kepentingan bangsa.
4)      Menjaga nama baik bangsa.
5)      Berusaha mengharumkan nama bangsa.
6)      Memupuk sikap cinta tanah air ( patriotrisme ) dan cinta bangsa ( naionalisme ).
7)      Memupuk solidaritas dengan sesame warga sebangsa dan setanah air terutama mereka yang miskin, tertindas, dan menderita.
Adapun tantangan hidup berbangsa, yang datang dari dalam bangsa Indonesia sendiri, antara lain munculnya gejala seperti :
1)      Kecenderungan mementingkan kelompok sendiri ( primordialisme ) baik itu secara  suku, agama,  ras, maupun kelompok politik.
2)      Lunturnya sikap cinta tanah air dan cinta bangsa sendiri, menipisnya solidaritas dengan sesame warga sebangsa.
Sedangkan ancaman hidup berbangsa, yang datang dari luar bangsa Indonesia antara lain adalah munculnya gejala seperti :
1)      Derasnya arus informasi dan budaya asing yang tidak sesuai dengan jati diri budaya bangsa.
2)      Adanya upaya-upaya asing untuk memecah belah persatuan bangsa
3)      Adnya kejahatan lintas negara yang dapat merusak kehidupan bangsa, seperti terorisme, narkoba dan perdagangan manusia.
Berbagai tantangan dan ancaman kehidupan berbangsa itu menuntut adanya kesadaran yang makin kokoh mengenai indetitas dan nilai-nilai bersama dalam kehidupan berbangsa. Tanpa itu, bangsa Indonesia yang sangat beragam ini tak mungkin mampu mengatadi tantangan dan ancaman hidup berbangsa. Tanpa indentitas dan nilai-nilai bersama bangsa Indonesia akan makin tercerai-berai akibat makin menggejalanya sikap kesukuan ( primordialisme ) dan gempuran budaya asing
Indentitas dan nilai-nilai bersama itulah yang disediakan oleh pancasila melalui pancasila seluruh warga bangsa yang memiliki latar belakang beragam itu bisa menghayati kebersamaan. Jadi pancasila meskipun memiliki latar belakang belakang primordial berbeda-beda,kita biasa menghyati diri sebagai satu bangsa yaitu Indonesia.
2. Pancasila dalam kehidupan bernegara
               Kehidupan bernegara pada dasarnya adalah cara hidup bernegara. Dalam hal ini, merujuk pada cara hidup yang menampilkan perilaku membina, memperbaiki, dan membangun negara berdasarkan pancasila.
               Cara hidup itu meliputi :
1)      Menjaga dan mempertahankan tegaknya NKRI
2)      Menggunakan hak dan melaksanakn kewajiban sebagai warga negara
3)      Berpartisipasi dalam berbagai proses dan tahapan penyelenggaraan secara bertanggung jawab
4)      Mendorong terwujudnya penyelenggaraan negara makin transparan, akuntabel, dan demokratis
5)      Mendorong terwujudnya kehidupan negara yang makin menghormati prinsip supremasi hokum dan penghormatan HAM
Cara hidup seperti itu sangat penting untuk menghadapi tantangan dan ancaman hidup bernegara yang begitu banyak.
               Adapun tantangan hidup bernegara yang datang dari dalam negara Indonesia sendiri yaitu:
·        Kecenderungan mementingkan daerah sendiri ( regionalisme )
·        Korupsi yang merajarela diberbagai sektor kehidupan negara
·        Masih rendahnya kesadaran hukum di kalangan penyelenggara negara maupun masyarakat
·        Kecenderungan untuk menjelek-jelekkan dan melakukan tindakan yang menghancurkan negara sendiri
·        Sikap tak mau tahu dan tidak peduli terhadap masalah negara

Ancaman yang datang dari luar Indonesia adalah :
1)      Globalisasi yang mengakibatkan melemahnya control negara terhadap berbagai segi kehidupan negara
2)      Adanya intervensi kekuatan asing dalam proses penyelenggaraan negara, sehingga bisa mengalahkan kepentingan nasional
3)      Adanya kejahatan transnasional yang bisa mengganggu dan membahayakan keamanan nasional

Berbagai tantangan tersebut menuntut kehidupan bernegara yg makin kokoh.hal itu pertama-tama dengan mengfungsikan pancasila sebagai dasar negara yang akan dilaksanakan secara konsisten dan konsekuen dengan dibantu oleh seluruh rakyat Indonesia

D. pancasila dalam kehidupan bermasyarakat
1.kenyataan masyarakat Indonesia
               Masyarakat ditandai oleh keanekaragaman baik yang bersifat vertikan maupun horizontal.
Keanekaragaman vertikal berarti keragaman masyarakat berdasarkan kekuasaan, pendidikan, sosial. Keanekaragaman horizontal berarti keragaman masyarakat berdasarkan budaya. Keanekaragaman dalam dimensi horizontal sering disebut dengan istilah masyarakat majemuk.dalam masyarakat majemuk konflik dalam masyarakat berpeluang terjadi. Hal itu terutama karena kuatnya perasaan in-group, sikap etnosentrif dan eksklusif dalam berbagai kelompok masyarakat
Perasaan in-group adalah perasaan dekat dengan anggota kelompok sendiri. Negatifnya perasaan ini adalah terlalu mengutamakan kelompok sendiri terlalu berlebihan. Perasaan in-group bisa menghambat toleransi dan penghargaan terhadap kelompok budaya lain.
Etnosentrisme adalah kecenderungan menilai kebudayaan lain dengan menggunakan ukuran kebudayaan sendiri. Hal ini membuat perasaan bahwa suku bangsa dia merupakan kebudayaan yang terbaik dan kebudayaan suku bangsa lain adalah rendahan
Eksklusivisme : kecenderungan menutup diri terhadap interaksi dengan kelompok lain dan hanya mengembangkan kehidupan di dalam kelompok sendiri
Pada dasarnya konflik itu wajar. Pada tingkat tertentu konflik bisa memiliki makna positif asalkan tidak menyangkut nilai dasar yang melandasi hubungan antar warga.
Masalahnya pelaku konflik umumnya melihat konflik sebagai pertikaian habis-habisan. Karena pandangan itu maka akan terjadi penumpukan sentiment kelompok yang memperparah konflik.
Karena itulah pancasila menjadi amat penting sebab pancasila menyediakan nilai-nilai dasar untuk kehidupan bersama dalam masyarakat. Pancasila merupakan landasan bagi terwujudnya kesatuan masyarakat Indonesia yang beraneka ragam itu.

2.pancasila dalam kehidupan bermasyarakat
Dalam uraian dia atas kita tahu bahwa pancasila adalah berfungsi sebagai nilai-nilai dasar sebagai landasan untuk mewujudkan kesatuan masyarakat
Adanya pancasila  saja belum cukup. Sebab pancasila itu sendiri tak bisa melakukan perubahan apa-apa. Artinya pancasila harus didaya gunakan, pancasila perlu diresapkan oleh segenap masyarakat Indonesia.dengan begitu kehidupan sehari-hari berbagai kelompok masyarakat makin jauh dari kecenderungan ilmiahnya yaitu in-group, etnosentrisme, eksklusivisme. Sebaliknya masyarakat makin menyadari pentingnya dan mengupayakan terwujudnya kesatuan masyarakat.
Meresapkan pancasila berarti menyadari, menghayati, dan melaksanakan nilai-nilai pancasila dalam kehidupan bersama di masyarakat

Tantangan yang menonjol dalam kehidupan masyarakat Indonesia sekarang ini adalah lima hal berikut :
a)      Masih lemahnya kesediaan berbagai kelompok untuk menghargai keanekaragaman masyarakat
b)      Adanya gejala pemaksaan kehendak oleh beberapa kelompok masyarakat kepada kelompok lain, kadang melalui kekerasan dan tindakan anarkis
c)      Masih kurangnya wadah untuk mewujudkan dialog dan kerja sama  antar kelompok masyarakat demi terciptanya harmoni
d)      Masih banyaknya kelompok masyarat miskin dan pengangguran
e)      Kepedulian sosial masyarakat kaya terhadap masyarakat miskin masih belum memadai, sehingga menimbulkan kecemburuan sosial

Cara menampilkan perilaku positif guna mengatasi kelima masalah tersebut sebagai contoh:
1.      Kalian bisa berusaha mengembangkan sikap toleran dan bergaul secara baik dengan teman yang memiliki latar belakang suku, ras, dan agama yang berbeda
2.      Membiasakan diri bermusyawarah dalam menyelesaikan setiap kesalahpahaman dan perselisihan
3.      Menciptakan berbagai media seperti kelompok belajar, kelompok pecinta alam, kelompok olah raga, dll
4.      Menggalang dana untuk meringankan kesulitan teman yang kurang mampu, berusaha sekuat tenaga untuk membantu meringankan beban dan kesulitan teman yang kurang mampu.

Dibuat oleh: Rangga Putra Imam Arief, kelompok 3
Diposting oleh : Fitrina Anjani, Kelompok 4


Nilai-Nilai Pancasila
Pembelajaran Pancasila harus membumi dan amalannya harus berdampak langsung pada peningkatan harkat dan martabat masyarakat Diskursus mengenai amandemen UUD 1945 hingga kini masih terus terjadi. Berbagai pihak masih kecewa dan mengecam amademen itu lantaran menilai UUD 1945 adalah harga mati yang tak bisa diubah. Sedang sebagian lagi merasa amademen itu masih belum sempurna dan perlu diamandemen lagi.
Dalam skala kecil, pandangan pro dan kontra terhadap amademen UUD 1945 itu begitu tampak ketika MPR RI menggelar Seminar Nasional Revitalisasi Pancasila akhir pekan kemarin di kampus Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa Yogyakarta. Sekitar 300-an peserta tidak semuanya sepakat pada amademen UUD 1945 bahkan menganggap amandemen yang telah dilakukan MPR RI pada periode lalu, merupakan keputusan yang salah.
"Ini yang harus diluruskan karena temyata selama ini ada pemahaman yang tidak tepat dengan apa yang sebenarnya terjadi. Maraknya diskursus mengenai konstitusi negara adalah sesuatu yang positif dan patut diapresiasi. Konstitusi negara haruslah hidup atau  living constitution yang responsif terhadap dinamika kebutuhan masyarakat dan perkembangan ketatanegaraan," kata Wakil Ketua MPR RI, Lukman Hakim Saifuddin.
Beberapa kesalah pemahaman masyarakat atas amademen tersebut, kata Lukman, antara lain, UUD 1945 telah diamandemen sebanyak empat kali pada objek yang sama, amademen dilakukan secara tergesa-gesa. Hasil amademen pasal 6A tentang pemilihan presiden secara langsung, kata Lukman, juga disalahpahami dan dikatakan melanggar sila ke empat Pancasila. Menurut Lukman, masih banyak kesalah pahaman lain sehingga berbagai kalangan menilai amandemen tidak dibenarkan.
"Amandemen terhadap UUD itu telah melewati proses yang panjang dan lama serta amandemen itu adalah tuntutan reformasi. Amandemen itu baru sekali dilakukan tetapi lewat empat tahap, bukan empat kali. Selain itu, pemilihan presiden secara langsung tidak ada kaitannya dengan sila ke empat Pancasila,", tegas Lukman.
Konstitusi, kata dia, merupakan karya politik yang didasarkan pada keputusan politik. Sehingga konsitusi di negara manapun, tidak bisa dinilai secara benar atau salah karena konstitusi bukanlah karya akademik yang bisa diukur benar atau salah secara akademik. Konstitusi, juga tidak bisa diukur dengan nilai baik atau buruk karena konstitusi bukanlah persoalan etika.
Dalam seminar yang diselenggarakan oleh MPR RI bekerja sama dengan Pusat Pengkajian dan Pembudayaan Pancasila Tamansiswa (P4TS) Yogyakarta kemarin, sebagian besar peserta antusias mengikuti diskursus tentang revitalisasi Pancasila hingga acara seminar tersebut selesai. Para peserta itu berasal dari berbagai lapisan masyarakat mulai dari akademisi perguruan tinggi, guru madrasah, pensiunan, purnawirawan, aktivis LSM, perwakilan partai politik, ormas hingga perwakilan dari Majelis Ulama Indonesia.
Selain Wakil Ketua MPR RI Lukman Hakim dan staf pengajar UGM Slamet Soetrisno, pembicara lain dalam seminar tersebut juga menghadirkan staf pengajar UGM, Dr Daud Aris Tanudirjo MA dan Prof Dr Joko Siswanto, serta Ketua III Majelis Luhur Persatuan Tamansiswa Ki Prof dr. Wuryadi. Acara seminar tersebut dibuka oleh Ketua Mejelis Luhur Tamansiswa Ki Tyasno Sudarto yang juga mantan Kepala Staf TNI Angkatan Darat.
Sementara usai seminar nasional itu, berhasil dirumuskan beberapa poin antara lain Pancasila baik sebagai dasar negara maupun ideologi membutuhkan revitalisasi serius dengan upaya pemahaman yang radikal atau mengakar sampai ranah alam pikiran keindonesiaan sebagai pembentuk Pancasila, agar kedudukannya sebagai paradigma bernegara bangsa semakin kukuh dan valid
Konstitusi negara the living constitution wajar menjalani perubahan sesuai kehendak zaman tanpa mengabaikan margin of tolerance sedemikian rupa, sehingga tidak mengusik kodrat nilai-nilai dasar Pancasila itu sendiri. Tanpa cermatan dan keawasan (alertness) tersebut perubahan konstitusi berisiko rancu dan tidak mencerahkan.
Oleh karena itu, pendidikan perlu diarahkan pada proses memanusiakan manusia, memberikan porsi pewarisan nilai-nilai budaya, budi pekerti luhur, tradisi, sejarah, dan keselarasan. Perlu dialektika kreatif antara modernitas global dan kearifan kebangsaan guna memajukan masyarakat sebangsa.

Dibuat oleh: Erlangga Lutfi, kelompok 2
Diposting oleh : Fitrina Anjani, kelompok 4

0 comments: